Skincare Virus
  • Home
  • About Me
  • Content
    • Lifestyle
    • Beauty Articles
    • Reviews
  • Contact Us

(VERY IMPORTANT! LAKI-LAKI GAK HARUS MACHO, KALIAN BISA AJA KOK BERSIKAP LEMAH LEMBUT. LUVV 💚🐻) Hello Peeps! Apa sih yang terbesit di benak kalian setiap mendengar kata maskulin? Pasti enggak jauh dari laki-laki yang ‘tough’ atau kuat, kan? Sayangnya, karena selalu dituntut menjadi kuat, laki-laki sebenarnya sering dirugikan loh! Hal ini kerap disebut toxic masculnity atau maskulinitas beracun. Salah satu contohnya yaitu menganggap laki-laki yang menggunakan skincare sebagai laki-laki yang kurang atau tidak maskulin Kenapa maskulinitas bisa jadi toxic?
Dengan adanya patriarki, laki-laki selalu dituntut untuk menjadi nomor satu atau setidaknya berada di atas perempuan. Laki-laki harus selalu kuat dalam segala situasi dan kondisi. Laki-laki juga tidak boleh bersikap feminin sama sekali. Akibatnya, laki-laki menjadi terbatas dalam mengekspresikan dirinya, misalnya tidak boleh menangis atau harus kuat menahan sakit Apa hubungan toxic masculinity dan skincare?
Toxic masculinity jelas membatasi laki-laki dalam menggunakan skincare. Ini terjadi karena masih banyak masyarakat yang menganggap perawatan kulit sebagai hal yang feminin atau ‘kecewek-cewekan’. Laki-laki yang menggunakan skincare sering diasosiasikan sebagai laki-laki yang tidak macho.
Padahal jika kita telaah, baik laki-laki maupun perempuan berhak menjaga kesehatan mereka, termasuk kesehatan kulit. Selain itu, kulit juga merupakan organ penting bagi manusia. Fungsi kulit yang utama yaitu sebagai sistem imunitas nonspesifik yang melindungi kita dari bahaya lingkungan sekitar, seperti sinar ultraviolet dan mikroorganisme patogen Jadi... Jelas banget kan, kalau laki-laki juga boleh pakai skincare. Jangan pernah anggap laki-laki yang pakai skincare tuh enggak macho. Buat para laki-laki, jangan takut dibilang enggak macho hanya karena pakai skincare. Duit kamu, wajah kamu, ya kali mereka yang ribet!

 

Ketika ditanya tentang skin goals, kebanyakan dari kita bakal menjawab “kulit yang mulus”, “kulit yang bebas jerawat dan bekasnya” dan pernyataan lain sejenis ini. Skin goals yang seperti ini sering dijadikan patokan keberhasilan seseorang dalam merawat kulitnya. Mungkin bagi sebagian orang mencapai skin goals adalah hal yang mudah. Tapi bagi beberapa orang lain, hal ini bisa jadi sesulit mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Aku bakal sedikit bercerita pengalamanku tentang skin goals. Dulu, aku bercita-cita punya kulit mulus sebelum ospek di kampus. Alhasil aku berusaha buat membasmi jerawat sekaligus bekasnya dalam waktu singkat. Aku dulu sering kelepasan pas belanja skincare. Aku beli berdasarkan tren, bukan berdasarkan kebutuhan kulitku. Pokoknya dulu boros banget deh.

Singkat cerita, beberapa hari lagi aku bakal masuk kuliah pertama tapi skin goals-ku belum tercapai juga. Sedih dan kecewa banget tentunya. Tiap lihat orang yang kulitnya mulus, pasti aku langsung minder. Suatu saat aku mikir “Ngapain sih aku begini?”, “Sampai kapan aku mau minder terus? Toh aku kan udah usaha semampuku”.

Dari sana, aku mulai berkenalan lebih jauh sama kulitku. Pelan-pelan aku jadi mengerti siklus kulitku itu dimulai dari : jerawat hormonal tiap menstruasi – jerawat sembuh – berbekas – bekasnya pudar – jerawat hormonal lagi. Itu artinya susah banget bagiku buat terbebas sepenuhnya dari jerawat dan bekasnya. Dan aku pikir aku mulai bisa menerima kondisi kulitku ini. Yang penting aku sudah berusaha menjaga agar kulitku berada di kondisi yang terbaik. Untuk sisanya yang di luar kuasaku, aku coba terima dengan ikhlas. Tuhan pasti punya rencana dibalik semua keadaan ini.

Setelah aku terapkan mindset ini, aku jadi merasa lebih happy sama kulitku sendiri. Aku jadi lebih jarang membandingkan diriku dengan orang lain yang phisically lebih good looking. Alhasil aku jadi lebih fokus buat mengembangkan potensi yang aku punya deh, tanpa takut judgement orang lain tentang kondisi kulit dan fisikku.

Kesimpulannya, menurutku skin goals itu adalah dimana kamu bisa mengenali dan menerima kondisi kulitmu yang enggak selalu dalam kondisi terbaik. Kamu bisa tetap happy saat kamu bercermin dan berkata “Oh, aku cantik juga ya walaupun jerawatan”. Tapi bukan berarti juga kamu boleh acuh sama kulitmu. Usaha itu harus. Nah, kalau hasilnya enggak sesuai ekspektasi, padahal kamu sudah melakukan yang terbaik, coba untuk ikhlas. 

Aku tau, menerapkan mindset ini tuh sulit banget. Apalagi banyak komentar-komentar negatif di sekitar kita. Bahkan kadang komentar negatif itu datangnya dari orang terdekat, termasuk keluarga sendiri. Tapi trust me, yang paling kenal sama kondisi kita tuh adalah diri kita sendiri. Jadi sebenernya komentar-komentar orang tuh bisa dibilang enggak valid. Mereka hanya melihat luarnya aja tanpa tau apa yang sebenarnya kta usahakan.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Hello, I’m Tata!
A public health student who loves skincare and make up so much.
Thank you for visiting my blog!

POPULAR POSTS

  • [REVIEW] One-Day’s you Pore Tightening Series
  • [REVIEW] Emina Apricot Jam Face Scrub
  • [REVIEW] make p:rem × CrediThink Tamanu Calming Serum

Categories

AUBREE BEAUTY ARTICLES Emina Fanbo Innisfree Jin Jung Sung Jumiso Lancome Langsre Madame Gie make p:rem N'Pure Naruko Nusantics One-Day’s you Real Barrier REVIEWS Sbcskin SNP TIA'M Vienna Wardah

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • ►  2021 (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Februari (2)
  • ▼  2020 (33)
    • ▼  Agustus (2)
      • Toxic Masculinity dalam Dunia Skincare
      • Skin Goals
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2019 (16)
    • ►  Desember (13)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  April (1)

FOLLOW ME

Laporkan Penyalahgunaan

Designed by OddThemes | Distributed by Gooyaabi Templates